Untuk beberapa orang, pilpres 2014 sudah selesai. Beberapa masih meneruskan prosesnya. Semoga angka berpihak pada yang benar dan baik.
Angka.
Idealnya ya, yang berperan penting dalam pilpres 2014 adalah angka. Iya, angka dari setiap poling yang dilakukan oleh banyak lembaga survei sebelum, pada saat dan setelah pilpres 2014. Misalnya saja diagram survei Vox Populi ini
GAMBAR 1
(Lembaga Survei Vox Populi: Elektabilitas Parpol dan Calon Presiden Pada Pemilu 2014 yang datanya diambil tanggal 9-23 December 2013)
Data, ya angka. Angka, ya data. Atau, ekstremnya kita bisa sebut data ini sebagai fakta (ngeri ya?). Data ini kalau menurut Vox Populi berasal dari sistem penarikan sampel probabilita. Artinya walau survei ini diambil dari sampel, hasilnya tetap dapat digeneralisasi karena (harusnya) sudah melalui proses reliabilitas dan validitas data.
Jadi, kalau berdasarkan survei ini, 97,9% dari total pemilih ingin pemimpin yang ‘Punya Strong Leadership’. Tapi, pemilih lebih ingin punya pemimpin yang ‘Melayani dan Peduli’ (98,8% dari total pemilih). Dengan catatan: pada waktu survei diadakan lho ya. Hasil ini tidak bersifat ‘abadi’ karena manusia itu kan pada dasarnya ababil sejati.
Juga penyajian ‘data’ berikut (masih dari survei yang sama):
GAMBAR 2
‘Data’nya suvei ini (waktu itu), kebanyakan ‘masyarakat’ (hasil generalisasi sampel), yaitu 33,1%, akan memilih Prabowo pada pilpres 2014. Sementara hanya 10,1% ‘masyarakat’ yang akan memilih Joko Widodo dalam piplres yang sama.
Suka atau tidak suka, angkanya bilang begitu, mau apa?
Nah, yang angka tidak bilang adalah ini:
GAMBAR 3
TAPI, lembaga survei ini mengklaim pernyataannya yang tanpa data sebagai ‘Temuan Survei’. Lha, datanya mana? Angkanya mana???
Coba deh, baca naskah survei lengkapnya di sini. Mungkin saya yang tidak teliti membacanya (kalau demikian, saya minta maaf, ya). Tetapi, saya sudah membaca dua kali dan tidak ada data yang menyatakan point pertama pada gambar di atas.
Datanya hanya bilang waktu itu (sekitar bulan Desember 2013) begitulah keinginan ‘rakyat’. Pingin pemimpin yang punya leadership, punya pemimpin yang melayani dan peduli. Pingin milih Prabowo dibanding Joko Widodo. Tapi TIDAK ADA data yang bilang bahwa
GAMBAR 4
Saya tidak terlalu paham statistik, hanya tahu sedikit. Yang saya tahu, pernyataan di atas itu dapat didukung dengan penyajian tabel silang (cross tab) antara GAMBAR 1 dan GAMBAR 2. Artinya data antara GAMBAR 1 dan GAMBAR 2 disilangkan (menggunakan alat data statistik seperti SPSS) untuk melihat hubungan antara ‘karakter presiden idaman’ dan ‘calon presiden’. Nantinya data tabulasi silang ini akan menghasilkan data yang lebih spesifik ‘siapa calon di pillpress yang dianggap memiliki kriteria presiden idaman’. Kalau itu disajikan, maka klaim lembaga survei di atas itu ‘sah’ karena memang ada ‘angkanya’. Ada ‘datanya’. Ada ‘faktanya’. (Walaupun saya masih tetap bingung darimana ‘pengelolahan pemerintahan yang selama ini sangat korup, lemah serta tidak punya rasa percaya diri dan selalu dilecehkan oleh negara tetangga’ itu berasal).
Tau nggak sih, orang jaman sekarang punya percaya diri yang besar sekali kalau mengutip atau menyebarkan ‘hasil survei’. Orang-orang semakin ‘pinter’ karena paham ‘survei’ itu menyajikan ‘data’ (yang HARUSNYA reliabel dan valid). Sayangnya, orang-orang belum cukup pintar untuk paham bahwa survei mempunyai daya persuasif yang didgaya, terutama ketika menggunakan statistik (angka). Yang orang kurang ngeh adalah bahwa survei dan statistik itu sering dimanipulasi untuk menyuarakan argumen yang lemah (dan disebarkan untuk memanipulasi orang-orang yang kurang paham statistik seperti saya).
Saya jadi ingat Mark Twain yang bilang ‘there are three kinds of lies: lies, damned lies, and statistics‘. Yang bohong itu bukan statistiknya, Pak Twain. Kalau sudah seperti ini yang bohong itu yang menggunakan statistik. Statistik digunakan untuk memanipulasi, untuk membohongi (pikiran) orang (dan diri sendiri).
Statistikku sayang, statistikku malang. Dikira tukang bohong. Padahal, yang bo’ong kan tukang surveinya.
Kasihan ya statistik.