Ketika saya melihat film animasi Barbie secara berbeda


Beberapa tahun yang lalu saya bersikukuh untuk tidak suka pada segala macam bentuk produk Barbie (Mattel, Inc). Waktu itu saya melihat segala macam produk Barbie melanggengkan kesadaran semu (anak) perempuan, sama seperti produk-produk Disney seperti Cinderella, Snow White, The Little Mermaid, The Beauty and the Beast, dan Pocahontas.

Jauh sebelum kelahiran Gita, saya sudah punya rencana matang untuk menjauhkan anak saya nanti dari segala macam produk Barbie. Tapi apa daya, kekuatan kapitalisme lebih kuat daripada rencana saya (mereka punya ahli-ahli gambar, ahli-ahli periklanan, ahli-ahli marketing, dan punya modal – sementara saya hanya ibu rumah tangga biasa). Saya lupa proses apa yang saya lalui sampai akhirnya saya memutuskan untuk membeli VCD film-film Barbie.

2010d9jSaya masih ingat sekali, VCD film Barbie yang pertama kali saya beli adalah Barbie Nutcracker. Saya juga masih ingat perasaan sebal saya ketika Gita meminta ijin untuk menonton VCD Barbie Nutcracker (biar sebal, akhirnya memberi ijin juga hahaha). Lalu, beli lagi. Lagi. Lagi. Lagi. Lagi.

Lalu, saya mulai merasakan sesuatu yang berbeda ketika ikut menonton Barbie A Christmas Carol (2008).dvd_01 Saya mulai memperhatikan isi cerita film Barbie dalam versi yang satu ini. Saya baru sadar, ada yang berbeda. Christmas Carol adalah cerita terkenal karya Charles Dickens. Versi aslinya menceritakan seorang lelaki kaya raya yang kesepian karena sifatnya yang kikir dan kejam. Di malam natal, laki-laki ini di datangi “el maut” yang membawanya dan memperlihatkan apa yang akan terjadi di masa datang bila ia tidak mengubah sifat buruknya. Di akhir cerita, laki-laki itu terbangun dari mimpi dan mengubah sifatnya buruknya.

Barbie A Christmas Carol mengadopsi karya terkenal Dickens ini. Namun, ada sedikit perbedaan dalam versi keluaran Mattel Inc ini. Bagian paling menarik adalah ketika Eden dibawa oleh “roh malam natal” mengunjungi masa depannya. Di visi masa depannya, Eden bertemu Catherine, sahabatnya – yang menjadi perancang baju terkenal. Tetapi, yang dijumpai Eden di masa depan bukanlah Catherine sahabatnya yang penuh kasih sayang, melainkan Catherine yang sedang menjalani kehidupan Eden sebelumnya: hidup tidak peduli pada orang lain dan hanya mencintai diri sendiri.

Saya lupa, bagaimana tepatnya ucapan Eden. Tetapi Eden lalu memutuskan mengubah cara hidup dan sikapnya karena dia tidak “rela” melihat Catherine sahabatnya yang baik berubah menjadi monster karena meniru cara hidup Eden. Eden dibawa kembali ke dunia nyata oleh “roh malam natal”, mengubah hidupnya, dan cerita ditutup dengan akhir yang bahagia.

Ada sedikit perbedaan antara versi asli Dickens dengan versi adaptasi Mattel, Inc. Versi adaptasi Mattel, Inc. mengingatkan saya pada buku In the Different Voice-nya Carol Gilligan, yang menggarisbawahi karakter utama perempuan yang selalu peduli pada orang lain. Versi Dickens lebih menekankan pada motivasi pribadi karena alasan pribadi (“saya mau berubah menjadi orang baik karena saya takut kesepian di hari tua saya”), sementara versi Mattel, Inc lebih menekankan pada motivasi kepedulian perempuan (“saya mau berubah menjadi lebih baik supaya orang lain menjadi lebih baik pula”).

Setelah melihat Barbie A Christmas Carol, saya meminta Gita untuk memutar VCD Barbie yang lain, yang diadaptasi dari pengarang lain seperti: Barbie in the Nutcracker (2001), Barbie as Rapunzel (2002), Barbie of Swan Lake (2003), Barbie as The Princess and the Pauper (2004), Barbie and the 12 Dancing Princesses (2006), dan Barbie: Thumbelina (2009). Saya senang, karena saya menemukan pola yang sama. Kalau dalam film-film animasi Disney saya menemukan pengubahan menyimpang yang tidak suportif dari versi-versi aslinya seperti The Little Mermaid (1989), Aladdin (1992), Pocahontas (1995), The Huncback of Notredam (1996), dan Mulan (1998) – maka dalam film-film animasi Barbie versi adaptasi, saya menemukan pengubahan yang suportif. Dalam kemasan tubuh perempuan (Barbie) yang “cacat” (karena terlalu kurus dan kaki terlalu panjang), Mattel, Inc mengubah (baca: mendekonstruksi) beberapa karya penulis terkenal menjadi sebuah karya yang lebih memberdayakan perempuan (dibandingkan versi adaptasi Disney).

Sekarang, saya melihat film-film animasi Barbie secara berbeda. Saya mulai meninggalkan penilaian yang sinis terhadap Mattel, Inc. Mungkin, itu bedanya sebuah industri yang dijalankan oleh pria dan sebuah industri yang dijalankan oleh perempuan. Saya berterimakasih pada Gita yang memaksa saya menemani dia menonton film-film Barbie di akhir pekan. Saya sudah menjanjikan Gita untuk membeli versi film animasi Barbie berikutnya: Barbie and the Three Musketeers (2009) Barbie_and_the_Three_Musketeers

2 thoughts on “Ketika saya melihat film animasi Barbie secara berbeda

  1. waa Mbak .. aku juga suka nonton VCD barbie … cuma aku nggak beli .. sewa aja atau kadang nonton di Indosiar (kalo lagi pas ditayangkan)

    bagus bagus emang ceritanya .. mendidik dan cantik 😀

    eh itu yang terbaru keknya wajib ditonton deh ya 😛

  2. Wah … saya baru tau kalo barbie in a christmas carol itu adalah adaptasi dari buku Charles Dickens (1843) :”D
    Selama ini sih cuma sekedar nonton (I very love barbie), eh, ga tau-nya, salah satu film barbie-nya merupakan karya sastra klasik terkenal. Jadi kepingin baca bukunya :”33

    Izin share ya, kak \(^o^\)

Leave a comment